Oleh: Devi Ramaddani
(Aktivis Muslimah)
Baru-baru ini Indonesia dihebohkan dengan kedatangan Paus Fransiskus, dimana ini menjadi hal baru dan pertama kali Paus datang ke Indonesia, hal ini menjadi pembicaraan yang hangat ditengah-tengah kita
Tetapi amat disayangkan, sebagai langkah toleransi beragama maka MUI mempermasalahkan Azan Maghrib yang biasanya disiarkan di Televisi diganti menjadi Running Teks (teks berjalan). Imbauan tersebut karena adzan maghrib yang kemungkinan bersamaan dengan ibadah misa akbar yang dipimpin oleh Paus Fransiskus.
Dilansir oleh antaranews.com, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tak mempermasalahkan Azan Maghrib di Stasiun Televisi (TV) diganti oleh Running Text (teks berjalan) saat misa yang dipimpin Paus Fransiskus di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta, Kamis
Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Ni’am Sholeh menyampaikan dari aspek syariat Islam, penggantian tayangan Azan Maghrib di televisi menjadi teks berjalan, tidak ada yang dilanggar. (https://m.antaranews.com/berita/4307179/mui-azan-tv-diganti-teks-berjalan-saat-misa-paus-tak-langgar-syariat?utm_source=antaranews&utm_medium=mobile&utm_campaign=popular_category).
Sungguh diluar nalar, dengan datangnya Paus Fransiskus sangat diapresiasi dinegara yang mayoritas muslim. Lihat saja banyak diberitakan dimana-mana bentuk toleransi yang kebablasan. Deklarasi toleransi melalui penyambutan kedatangan Paus dan syiar katolik, pergantian azan elektronik menjadi running text saat misa. Padahal toleransi adalah sikap kita sebagai muslim untuk saling menghargai bukan untuk bekerjasama (berkolaborasi), menghadiri (partisipasi) dan penyatuan (unifikasi).
Menyikapi hal ini seharusnya umat Islam harus tegas dan berfikir kritis atas segala bentuk toleransi yang justru akan menghantarkan kita pada kelemahan umat Islam. Kita perlu mewaspadai atas setiap kata atas arus opini agar kita tidak salah menafsirkan dari maksud terselubung yang berkaitan dengan Islam.
Beginilah negeri kita toleransi ala moderasi yang kebablasan yang merusak akidah umat, selalu mentolerir sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Islam. Moderasi bergama juga secara perlahan menghapus ketaatan dan menggerus akidah hingga tak bisa lagi melihat dengan jelas ajaran Islam yang benar. Tak sampai disitu moderasi agama turunan dari ideologi sekuler kapitalisme. Alhasil Islam tidak pakai untuk mengatur kehidupan. Dan ini sejalan dengan upaya Barat untuk menjajah dan meredam kebangkitan Islam. Jelas, moderasi agama telah menggerus akidah umat sampai pada tahap mengaburkan ajaran Islam yang benar. Umat dibuat bimbang dan bingung dalam beragama.
Padahal sikap toleransi dalam Islam adalah sebatas menghormati, menghargai, dan membiarkan umat agama lain meyakini dan beribadah menurut agamanya. Membiarkan nonmuslim beribadah dengan tenang dan damai merupakan bentuk toleransi tertinggi, bukan dengan bekerja sama (kolaborasi), menghadiri (berpartisipasi), atau bahkan penyatuan (unifikasi) dengan keyakinan dan ibadah mereka. Sebagaimana firman Allah: “Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” (QS Al–Kafirun: 6).
Rasulullah dan para sahabat tidak pernah mencontohkan bentuk toleransi ala moderasi. Saat memasuki Palestina setelah ditaklukkan, Khalifah Umar bin Khaththab ra. enggan memasuki gereja ketika waktu salat tiba. Ia tidak melakukan itu karena khawatir kalau seandainya dia salat di gereja, kelak umat Islam akan mengubah gereja ini menjadi masjid dengan dalih Umar pernah salat di situ sehingga menzalimi hak umat Nasrani. Inilah toleransi yang sesungguhnya. Tidak mencampuradukkan akidah dan ajaran Islam, tetapi tetap menunjukkan kemuliaan dan kewibawaan Islam yang memberi rahmat bagi semesta alam dan umat manusia.
Hal ini kemudian dikuatkan dalam diri muslim bahwa satu-satunya agama yang benar adalah Islam, karena Allah berfirman: “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam.” (QS Ali Imran [3]: 19).
Maka jangan sampai karena toleransi ala moderasi yang saat ini tengah diaruskan membuat kita buta arah sehingga mengambil ide-ide rusak mereka seakan-akan Islam tidak mempunya konsep toleransi dan aturan dalam berhubungan kepada nonmuslim, jika demikian maka artinya muslim sudah tidak lagi menjadikan syariat Islam yaitu al-Qur’an dan hadits sebagai kepemimpinan berpikir dan pedoman dalam kehidupan dengan mengambil ide-ide dan aturan-aturan dari Barat.
Maka saat ini hal yang sangat urgent untuk kita lakukan adalah menyeru kepada penerapan Islam secara kaffah dan tegaknya kembali institusi Islam yaitu negara yang akan melindungi rakyatnya dari segala pengarusan toleransi ala moderasi beragama.
Wallahu a’lam bishshowwab.